An hour with dad, could change a lifetime

Weekend ini Jogja kedatangan papa seperti biasa. Oh god this was too emotional idk if i could hold my tears when typing this story till' the end.

Dad was coming. Begitu juga mbah dari Purbalingga yang hendak berobat ke Sardjito. I know it's kinda annoying but, gua sering kali berada di depan laptop karna harus melakukan banyak hal secara wfh. Roleplay cofas, meet rutin, webinar, kajian, gatau apa lagi lupa. Lebih menyebalkannya lagi adalah, tiap diajak keluar gua gamau ikut karna terlalu parno, kemaren sempat diajak ke tengkleng gajah pun rasanya gua se-parno itu, ditambah lagi setelah tau diakhir bulan Juli atau di awal Agustus akan dilakukan rapid tes masal panitia PPSMB. Jelas gua semakin mikir kalau mau keluar.

And it also happen today. Hari ini gua diminta bangun pagi agar bisa berfoto bersama sebelum mbah kembali ke Purbalingga, gua bangun. Terus papa tiba-tiba ngajak jalan ke Hartono karena udah lama ga jalan, sekalian anter mbah ke tempat transit bis, dan anter mama ke rumah sakit. Gila loh gua lagi mandi aja ngadep kaca mewek karena setakut itu untuk keluar. Waras ga sih gua sebenernya hahaha.

Tapi ya gimana ya denger papa nanya, "emang ade ga kangen sama papa?" jauh lebih menyedihkan pasti bagi papa kalau gua menolak ajakkan itu.

Karena corona ini, Hartono buka jam 11 siang dan tutup pukul 7 malam. Dan karna masih jam 9 alhasil kita mengantar mama ke rumah sakit sebentar. Mama diantar kakak masuk ke rumah sakit karna papa dari jakarta gaboleh masuk, dan gua (lagi-lagi) terlalu parno untuk masuk. Jadilah gua menunggu mama selesai periksa di mobil berdua sama papa satu jam lebih.

Keluarga gua bukan tipikal yang terasa awkward untuk berbicara berdua berjam-jam jujur. Gua sekeluarga sangat terbuka satu sama lain. Tidak mungkin seterbuka itu orang tua gua, tapi setidaknya itu yang bisa gua rasakan, mereka terbuka. Gua sarapan di mobil, makan sate ayam favorite dekat kontrakkan rumah saat SMA lalu. Udah mendung mataku gais gimana ini hahahah.

Pembicaraan dimulai dengan apa yang terjadi di malam sebelumnya ketika mama papa keluar bilang mau ke atm tapi balik jam 1 pagi, katanya abis ke rumah temen papa yang ternyata dekat selama ini. Lalu beralih pada alasan papa yang juga bilang dimalam sebelumnya, akan memberi uang jajan tambahan karna dapat covid-19 impact support dari kantor or something. 

Satu lagi hal yang baru gua sadari. Ingat NKCTHI? Dimana sang ayah selalu berharap keluarganya bahagia dan tidak kenal sedih? Baru beberapa hari lalu juga gua dan teman-teman menggarap ide short movie mengenai lelaki yang menghilang karna ingin menanggung masalahnya sendiri tanpa kekasihnya perlu tau. Hari ini gua melihatnya di depan mata, at that time, gua tau dibalik kabar bahagia yang papa beri ke keluarga kecilnya, ada konflik batin yang ia alami.

Sama dengan papa, gua pun hampir tidak pernah menceritakan apa yang sehari-hari terjadi di kehidupan gua. Karna biasanya cerita ke mama, dan mama cerita ke papa. Tapi hari ini gua cerita, gua cerita kenapa gua begitu sering berada di balik layar laptop, kegiatan apa yang gua ikuti akhir-akhir ini, karya apa yang sudah gua buat beberapa bulan terakhir, hal baru apa yang gua pelajari.

Sedari kecil orang tua gua punya harapan besar anaknya dapat nilai bagus, atau setidaknya itulah yang  membuat gua selalu ingin memberikan nilai bagus itu kepada mama dan papa. Tahun lalu, ketika papa ulang tahun dan gua menulis surat 2 lembar, gua bilang kalau selama ini sulit untuk bercerita karna takut akan dilarang, karena balik lagi, (gua merasa) orang tua gua hanya terima nilai baik yang gua dapat, tidak dengan kegiatan diluar akademik itu. Tapi entahlah mungkin dengan gua jujur seperti itu sudah cukup bisa mengetuk hati mama papa.

Ketika gua tanya, "pah mau tau ga aku dapat ipk berapa semester ini?" Papa malah menjawabnya dengan, "gatau deh ade kan gapernah cerita. papa tuh gapapa kok kalau adek sibuk, papa percaya ade tau apa yang terbaik untuk diri ade." Gua langsung memotongnya dengan menyebut angkanya. Gua tau gua ga akan kuat dengan kelanjutan pembicaraan papa pada hal itu. Rasanya hal itu terlalu sensitif mengingat gua pernah menangis kencang di depan papa ketika membicarakan apa yang orang tua gua harapkan dan apa yang gua inginkan. Entah tapi hal ini akan selalu menjadi emosional untuk gua.

Papa juga membagi pandangannya sebagai seorang akuntan yang juga islam pada investasi yang sedang gua pelajari. Papa juga berpesan untuk menjadi yang terbaik dimanapun jalan yang akan gua ambil kedepannya. Katanya, sekalipun menjadi office boy, jadilah yang terbaik. Buat kopi yang disukai bosmu, yang ketika kamu gaada, dia bakal nyariin kamu karna kopi buatan orang lain jadi terasa buruk.

Akhirnya, kami berpisah pukul 2 siang, sepulang dari Hartono, setelah melewati bandara. Gua, mama, dan kakak harus putar balik di tempat putar balik kedua setelah lampu merah untuk pulang, dan papa harus jalan terus ke timur untuk masuk tol menuju Jakarta. Kami berpisah di situ, membuka kaca, melambaikan tangan. Ih anjir dah trus dari situ sampe nyampe rumah gua nangis terus di jalan gatau kenapa rasanya kangen banget belom puas ketemu papa.

Setuju deh, kalau kata soekarno jarak bukanlah pemisah tapi pemersatu, karna dari jarak timbul rindu haduuuuuuu.
Love you, pah.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

How's life?

Pementasan Bernyawa

Hai!