Aku dan lingkunganku

Mereka bilang, kita terbentuk antara lain dari keluarga dan seperti apa lingkungan pergaulan kita. Pernah ga merasa aku harus seperti temanku, agar aku bisa bermain bersama temanku. Atau aku akan seperti temanku, karena ia terlihat keren. Padahal mungkin kita berada di lingkungan yang salah?

Cepat sadari dan introspeksi diri.

Sejak masuk kuliah, aku bertemu salah seorang teman yang berasal dari SMA yang dulu aku harapkan tapi tidak tercapai. Ia cerdas, juga sholehah. Stigmanya, seperti ukhti-ukhti, berkerudung lebar, memakai baju juga celana yang longgar.

Sejak SMA aku sempat berusaha mendekati temanku yang juga seperti itu, aku bilang ingin belajar menjadi seperti mereka. Menjauhi omongan kasar, menjauhi hal-hal negatif, menjauhi banyak eluhan. Tapi teman kuliahku lebih terbuka tentang hal ini. Aku banyak cerita mengenai keinginanku mempunyai lingkungan pertemanan seperti itu (lurus banget aja gt), dan akhirnya ia wujudkan. Aku masuk ke lingkaran mentoringnya, mentoring alumni padmanaba, SMA 3 jogja:)

Senang sekali mereka terbuka. Rasanya seperti mendapat teman baru, keluarga baru, dan banyak pelajaran baru. Rasanya lebih mudah terbuka mengenai apa yang sebenarnya aku rasakan, karena tahu mereka tidak akan menghakimi, tapi menasehati dan membantu mencari jalan keluar.

Seringkali banyak omongan yang membuatku meresponnya dengan "astaga" atau "omg" tapi ketika melihat respon mereka, "masyaAllah" atau "subhanaallah" rasanya insecure hahaha. Minggu ketiga, minggu keempat, aku mulai bisa menahan omongan-omongan yang sebaiknya tidak aku ucapkan. Tau ga si rasanya malu karena merasa paling penuh dosa? Sumpah dah, nyata adanya perasaan itu.

Tapi ya bener, itu yang membuktikan bahwa pergaulan akan berpengaruh besar untuk membentuk diri kita, untuk lebih baik, atau bahkan lebih buruk. Kembali lagi pada bagaimana kalian memilihnya dan memilahnya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

How's life?

Sibuk di tengah pandemi