2022 Starting Point

Sebenernya udah pernah nulis soal awal tahun ini di isl4n. Tapi, pengumuman mahasiswa berprestasi tingkat fakultas siang ini cukup triggering ternyata.

Hari ini sebenarnya hari yang sangat tenang awalnya. Banyak quality time sama mama, mukbang siomay, ngobrolin banyak hal, mengupdate kehidupan, i feel alive pokoknya. Sampai akhirnya pukul 2 siang gua selesai makan, ngopi, scroll tiktok, etc, dan siap bergerak, buka instagram terus lihat pengumuman mapres fakultas udah rilis.

and there you go, teman produktif gua menduduki peringkat pertama.

huft, bukan masalah iri sirik gasuka sih, cuma kinda merasa kecewa aja sama diri sendiri.

Walaupun sebenarnya tidak jadi melakukan pendaftaran mapres adalah keputusan yang gua ambil pure dari diri gua sendiri. Tapi tai aja rasanya. Gua anaknya susah banget buat gerak effort keluar dari zona nyaman, karena i exactly have plans for myself yang somehow kalau lagi di dorong orang bawaannya pengen jawab, "bentar ya, tunggu dulu. I have plans."

daaan yep, 2 plan yang udah gua rancang buat semester ini dari lama, dua-duanya gaada yang keturutan. Masalah mapres ni entahlah ya, selama proses penyiapan berkas gua merasa semua sulit aja gitu. Mulai dari sertif bahasa inggris, gagasan kreatif beserta dosen pembimbingnya, dan kondisi gua yang lagi magang kemarin. Bukannya menyalahkan kondisi, karena sebenernya gua adalah tipikal yang memperjuangan apa yang gua ingin. Tapi entahlaaah, hati kecil gua selama penyiapan berkas itu selalu bikin gua mikir, dan momen-momen ada di persimpangan opsi keputusan kaya gitu tuh, gua ngerasa harus sensitif ngebaca maksud tuhan dimana saat itu: gua sangat ragu.

Pesan papa cuma satu, "Jangan mengkhianati hati nurani. Kalau ragu, tinggalin." Lagi-lagi ya gitu. Teorinya gampang, mengikhlaskan target yang udah dibangun jauh-jauh hari yang susah.

Di titik itu gua tau, gua yang ngajak angela buat maju mapres, and we all know, she will achieve that title. I saw that comin', clearly. Gua juga sempet ngomong, ketika pengumuman itu keluar tentu akan sangat berat untuk gua karena i didn't even join to compete. life sucks.

Di satu sisi gua juga daftar magang merdeka. Jujur itu kali pertama gua izin untuk hidup sendiri jauh dari ortu dan diizinkan, syaratnya cuma satu: kampus mendukung keputusan gua. Gua sekaget itu papa ngomong begitu.

Lagi-lagiiiiii yep, gua daftar, lolos, dan tidak diizinkan kampus. Ketika gua daftar program yang diizinkan kampus? ga lolos. life sucks(2).

Level overthink gua udah tau kalau ini adalah worst case yang sangat mungkin terjadi, i saw it coming. Tapi ya gitu, pas beneran dateng ga kaget sih, cuma ya tetep aja berat. Gua juga gatau ya apa yang bikin berat karena toh gua ga ngambil dua kegiatan itu, jadwal gua masih penuh-penuh aja. Cuma rasanya berat aja di dada. Ngeliat temen jadi mapres, ngeliat temen jurusan lain magang ditempat yang gua pun lolos disitu. It's my dream, yaallah, not them. It's a fucking mapres and intern. tsah masih bisa ngelawak jadi Kinan layangan putus gua sambil nangis hahahah. Eh tapi entah kenapa sebenernya pas pengumuman-pengumuman gini gua biasa aja. Tapi ditanya "u okay?" dan dibilang "proud of you too," ternyata itu yang bikin nangis haha.

Devi paham sih sebenernya kenapa. Dorongan gua untuk bergerak tbh selama ini mungkin bisa dibilang orang tua ya. Sedari kecil yang gua paham adalah, dengan gua achieve prestasi, mama papa bangga punya devi. Sebenernya ga mama papa doang sih, tapi mungkin inner circle yang gua sayang. Lama-lama tuh candu, gua harus ngapain lagi ya biar mereka punya rasa bangga (terus-menerus) itu terhadap gua. Jujur gaada yang minta, gaada yang nyuruh gua untuk ikut sana sini dan menjadi seseorang dengan "label". But in the end, i am, the one who put that hiiiiiigh expectation of myself.

Jadi ketika itu ga ketuturan, ga kesampean, ga menang, ga achieve, bukan orang sekitar dan mama papa yang marah, gua yang marah sama diri sendiri, entahlah kecewa aja sih. Terutama dalam case 2 target gua ini ya khususnya soal magang, dimana yang bikin gua ga achieve bukan karena masalah di diri gua, tapi kepentok eksternal. Tai aja gitu rasanya huft.

Cuma yaudahlah, as a yaudahlah jogjanese people, mari kita syukuri dan lihat sisi lainnya. apa tuh dev au dah cape wkwkwk ayo devi kamu harus adil tida bole sambat doang yayayayayaya

Yayaudah sih, gua jadi punya lebih banyak waktu aja to look deeper inside myself, reflect, lagi merencanakan kegiatan pengganti juga, ya ternyata di kkn juga cukup menyita waktu energi pikiran, banyak sih, yang sebagian besarnya pun mungkin belom keliatan apa karena masih menjadi rencana tuhan. Gua juga yakin kalau gua maksa ikut keduanya pun allah tau itu mungkin tidak baik bagi gua, entah apa dampaknya, tapi itu yang gua coba percaya makanya allah menuliskan hidup gua di awal semester 6 ya gini. Nulis ini juga gapenting sih sebenernya, cuma ya somehow di masa yang akan mendatang ketika gua lupa permukaan, cerita ini harusnya bisa jadi tali pegangan untuk gua tidak lupa bersyukur dan menerima. Betul kan, yaallah?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

How's life?

Sibuk di tengah pandemi